Langsung ke konten utama

Hati Suhita (2023)

sumber: cinema21
 Judul film: Hati Suhita

Pemain: Omar Daniel, Nadya Arina, Anggika Bolsterli

Sutradara: Archie Hekagery

Durasi: 137 menit

Genre: Roman

Bingung mau dikata isi tulisan ini. Niatnya emang bikin ulasan seputar film yang sebenarnya diangkat dari cerita novel berjudul sama karya Khilma Anis. Tapi... Nah ini, ada tapinya, malah yang ada dipikiran pengennya ngasih kritikan. Malah mulai kepikiran kasih kritikan pas baru aja beberapa menit film tayang. Parah banget sih aku T.T

Jadi, pertama-tama, mari kita bahas mengenai ceritanya dulu. Intinya sih, cerita ini ga beda sama cerita-cerita dari zaman baheula sampai dengan era sekarang mengenai percintaan. Emang ya, persoalan cinta itu ga ada habisnya kalo mau dibahas. Perkara keteguhan hati seorang Alina Suhita untuk mempertahankan rumah tangganya dengan Gus Birru yang notabene merupakan anak dari seorang pemilik pesantren. Kalo tebakan aku nih ya, Alina Suhita ini mencintai Gus Birru murni karena Allah. Dia ga menolak dijodohkan semenjak mereka masih kecil. Tak ada terbersit niat apa pun baginya dengan segala tuduhan yang Gus Birru layangkan kepadanya ketika sang suami menuduhnya macam-macam perkara mengapa ia mau saja dinikahi olehnya.

Di awal pertama setelah menikah, Gus Birru telah mengatakan dengan terang bahwa dia tidak mencintai Alina Suhita. Dihatinya ada sosok lain yang telah lama menjadi pemilik hati yaitu Rengganis. Mereka berdua telah menjadi sangat akrab sejak masa kuliah. Sayangnya, harus terpisah karena perjodohan. -Duh, mon maap banget ya, penulis sendiri punya cerita ga menyenangkan terkait masalah ini. Jadi paham banget deh apa yang dirasain sama Rengganis T.T-

Disisi lain, hati wanita mana sih yang ga hancur lebur -berderai berantakan berhamburan, lebay- waktu dengan denger suami yang dicintai malah berkata jujur seperti itu. Malah ditambah dengan si suami membuat janji akan tetap membuatnya suci tanpa tersentuh. Huuu, wow!

Baiklah, cerita ini memang berakhir dengan happy ending. Suhita akhirnya bisa kembali mendapatkan hati sang suami, meskipun awalnya mereka sempat mencapai kesepakatan akan bercerai. Nah, kalo beneran si Suhita cerai nih, sudah ada lelaki lain yang siap untuk mempersuntingnya. Pokoknya, ini cerita kalo dilihat dari kedua belah pihak, kek ada pasangan masing-masing gitu. Tapi kalo dari sisi si Suhita, si cowok baru muncul setelah badai pernikahannya terjadi. Sedangkan dari sisi Gus Birru, dari awal perjalanan, sudah membuat oleng Gus Birrunya sendiri.

Okeh, kini saatnya untuk memulai segala uneg-uneg yang menganggu pikiran perkara film ini. Namun, patut digarisbawahi bahwa ini murni adalah pemikiran aku sendiri tanpa ada hasutan dari orang lain. Terus, apa yang aku bicarakan di sini sebenernya karena pemahamanku yang kurang sejalan dengan apa yang aku lihat pada film. Intinya, ini bener-bener cuma kerisauan hati aja. Ga ada maksud menyinggung ajaran atau pemahaman atau hal-hal lain terkait itu. No SARA-lah istilahnya gitu! 

Baiklah, jadi gini. Kan ada tuh sesi pas Rengganis mengerjakan proyek video dokumenter soal pesantren yang diasuh oleh Suhita, yang sama aja itu merupakan pesantren Gus Birru juga. Sebab yang pemilik aslinya kan abinya Gus Biruu. Ada satu pernyataan dari Rengganis yang menerangkan bahwa itu merupakan pesantren salaf. Tapi sekali lagi, aku minta maaf. Soalnya apa yang tergambar pada film ga memperlihatkan itu.

Pertama, ga mesti harus mengacu pada aliran apapun dalam Islam, sebab telah jelas dikatakan dalam Al-Quran surah Nur:31 yang artinya: "Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya."

Ada yang paham sama hal ini? Terus apa kaitannya dengan film yang lagi kita bahas?

Di awal film ini mulai, suasana yang dihadirkan adalah mengenai prosesi pernikahan antara Alina Suhita dan Gus Birru. Yap, ini poinnya! Pakaian pengantin yang dikenakan oleh Alina Suhita (maaf) itu ngebentuk tubuh banget trus hijabnya pendek tanpa menutupi dada. Iya tau iya, dia pake kebaya. Tapi kan bisa disiasati pake hijab yang panjang mungkin, atau ga mesti kebaya gitu yang dipake, gamis misalnya. Toh kalo aku perhatiin, artis-artis muslimah banyak juga yang ga memilih opsi mesti pake kebaya pas acara akad nikahnya karena mereka lebih memilih untuk tetap syar'i. 

Jujur, aku sendiri sebagai wanita muslimah, meskipun bukan berarti yang pinter banget atau yang tau banget soal Islam gitu kan, rada malu loh liat dia mengenakan pakaian itu. Apalagi itu ceritanya memakai latar tempat di pesantren! That's the point, PESANTREN! Bukan busana yang pas bila yang dikenakan seperti itu. Untuk pakaian yang digunakan sama ummiknya juga gitu, masuk kategori pakaian muslim kekinian kalo menurut aku sih. Berhijab memang, tapi belum sepenuhnya mempresentasikan seperti apa yang ada pada Al-Quran, yaitu menutupi dada. Oh iya, yang aku bahas ini berlakunya untuk wanita yang kebetulan lebih mendominasi di latar seputar pesantren ya. Aku ga nyenggol pakaian wanita pemeran lain. Karena asli deh, aku ngerasa ganggu banget :(

Kita ambil perbandingan. Beberapa tayangan ada memperlihatkan santri putri di sana. Dan alhamdulillah, aku suka dengan cara berpakaiannya. Tudung/hijabnya justru lebih masuk akal ketimbang pengaush pesantrennya. Nah, yang jadi pertanyaan, apa bagian tata busana atau stylish ga kepikiran sama hal itu? Atau bisa aja bagian lain yang berkenaan dengan itu, sutradara mungkin? Apa ga ngeh dengan hal kecil seperti itu? 

Aku berani menulis ini setelah beberapa kali mencoba berdiskusi dengan teman-teman yang dulu pernah nyantri. Lah iya dong, kalo ga sama mereka, sama siapa dong bisa dapat info yang tepat soal dunia pesantren. Aku tanyan deh, apa iya ada pengajarnya berpakaian seperti itu? Sekali lagi, ini mungkin bahasan receh bagi sebagian orang. Atau malah ada yang menilai, "Apa sih, cuma masalah baju doang diributin? Ga banget!" But, sorry to say ya, buat aku ini penting. Sebab, jangan sampai kita mempresentasikan bahwa seperti itulah yang terjadi dilapangan sebenernya. 

Ngobrolin soal agama, itu ngeri banget loh temen-temen. Ga bisa sembarangan. Satu hal aja yang salah kita ajarkan ke orang lain, terus dia sampaikan lagi ke yang lain, dan begitu seterusnya, yang ada dosa kita bakal nambah secara berantai. Sama juga dengan hal ini. 

"Terus, kok yang diributin cuma perkara pakaian aja? Kok ga ikutan nyalahin soal Gus Birru yang pacaran? Kan itu juga salah?!"

Baiklah.

Dari sisi pandangan aku sendiri, perkara itu juga ga dibenarkan. Tapi, bisa aja itu adalah suatu pengantar dalam cerita. Gimana Gus Birru memiliki alasan mengapa dia tak mencintai Alina Suhita. Fenomena yang ditampilkan emang ya seperti itulah adanya. Zaman sekarang, muda-mudi jalan berduaan, pacaran, itu kayak ga aneh aja. Di sini pun, aku pribadi juga ga menyarankan hal itu bagi pembaca. Inget ya sodara-sodara, aku bukan mau menggurui, ini murni uneg-uneg pribadi. Aku sendiri juga ga mau munafik, aaku juga pernah menjalani fase itu. Sebelum akhirnya sadar dan kembali ke jalan yang semestinya. Kalo kata orang-orang, saat masih di zaman jahiliyah hingga akhirnya hijrah.

Sama satu lagi masalah yang merusuh dipikiranku. Itu kan diklaim untuk kategori 13+ ya. Aku berani bilang gini karna itu tertera dari lembaga yang berwenang atas itu. Tapi menurut aku sendiri, ada beberapa scene yang kayaknya ga pantas untuk ditonton sama anak umur 13-an. Secara, anak sekarang fantasinya udah luas banget loh. Masa iya kita mau ngajarin mereka secara ga langsung? Kenapa ga dibuat aja itu batasan usianya 17+ mungkijn apa 18+. Lebih aman deh kayaknya. Jadi ngerasa, kampanye menonton  disesuaikan dengan usia yang diinfokan sebelum film dimulai itu, kayak ga guna aja gitu.

Sebenernya, masih ada banyak lagi hal-hal yang secara pemikiran orang awam, aku ga begitu setuju dengan penggambaran yang dihadirkan dalam cerita film ini. Cuma kalo mau dibahas di sini, takutnya kalian pada bosen. Tar dikira udah kayak pembahasan dalam bab skripsi lagi. Bisa berabe, cuy! 

Okeh, sekian yang bisa aku bagi tentang film ini. 

Aku tekankan sekali lagi ya, apa yang aku sampaikan bukan berarti memang berniat mau menyudutkan, menyalahkan, atau hal-hal negatif lainnya. Maaf, tidak seperti itu ya, Sob. Aku juga udah sebut di atas, aku juga bukan yang berarti paling tau, paling paham, paling bener. Ga kok. Sejauh ini, masih tahap belajar.

Semoga tak ada tersinggung dengan ulasan di atas.

Selamat menonton ^^ 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masihkah ada ruang dihatimu?

dok. Meldepuratum "Apakah ruang kosong di hatimu sudah bisa menerima kehadiran penghuni baru?"   Asoka terbelalak membaca sebuah pesan WA yang masuk. Setelah seharian berjibaku dengan beberapa agenda pekerjaan yang cukup padat di hari ini, Asoka benar-benar merasa kaget setelah membaca pesan yang masuk.  "Ah, apalagi ini," keluhnya.  Asoka mengabaikan sejenak pesan tersebut. Ia lebih memilih untuk menenangkan diri sejenak karena tubuhnya terlalu lelah. 

Resensi: S.C.I. - The Journal of Mysterious Case (Drama Cina)

Judul serial drama : S. C. I. – The Journal of Mysterious Case Pemain            : Gao Han Yu, Ji Xiao Bing, Fan Wei, Zang Fan, Luo Yu Kun, Wang Mei Ren Sutradara         : Shi Lei Penulis naskah : Tang Qi Cen Genre : Kejahatan, misteri, psikologi, detektif Jaringan penyiaran      : Youku Tahun produksi           : 2018 Jumlah episode           : 24   (Sumber: mydramalist.com) Siapa yang suka drama Cina, hayo ngacuuung? Trus nih, diantara kalian apa ada yang udah nonton dracin yang judulnya Spesial Crime Investigation alias S.C.I. ga? Baiklah, bagi yang udah nonton secara penuh alias dari episode 1-24, aku mo kasih tepuk tangan deh buat kalian J Karna jujur aja nih, berhubung aku ga kuat kakaaaa buat nontonnya secara runut, jadi cuma dari episode 1-9, trus langsung loncat ke episode terakhir :’)